Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Balasan setipe dengan perbuatan

Barangsiapa yang mencermati perbuatan-perbuatan Sang Pencipta, dia akan melihatnya sesuai dengan timbangan keadilan, dan dia akan melihat balasan sudah menanti orang yang berhak mendapatkan balasan tersebut, meski setelah berselang beberapa waktu. Maka tidak sepantasnya orang (yang zahirnya seolah) dimaafkan dari dosa menjadi terpedaya; karena balasan itu terkadang ditangguhkan. Di antara dosa yang paling buruk yang telah disediakan untuknya balasan yang besar adalah terus-menerus melakukan dosa, kemudian pelakunya berbasa-basi dengan melakukan Istighfar, shalat dan beribadah. Menurut dia basa basi ini dapat memberi manfaat. Manusia yang paling besar ketertipuannya adalah orang yang melakukan hal yang dibenci Allah, lalu dia meminta kepada Allah apa yang dia inginkan; Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadist (yang artinya), "Orang yang lemah adalah orang yang memperturutkan dirinya pada hawa nafsunya, dan dia mengangankan berbagai macam angan-angan dari Allah (ag

Berbagai Peristiwa Dunia dan Akhirat

Aku merenungkan urusan dunia dan akhirat, maka aku dapatkan bahwa peristiwa dunia bisa diindera (dirasakan) dan natural; sedangkan peristiwa akhirat adalah bersifat keimanan dan keyakinan. Hal-hal yang bisa dirasakan (bisa diindera) itu lebih kuat magnetnya bagi orang yang ilmu dan keyakinannya belum kuat. Berbagai peristiwa akan terus ada dikarenakan banyaknya faktor yang menyebabkannya, maka (banyak) berbaur dengan orang-orang, melihat hal-hal yang indah, dan merasakan hal-hal yang nikmat, ini akan menguatkan (lebih dapat merasakan) berbagai peristiwa indrawi. Sedangkan menyendiri (untuk merenung), berpikir, dan mencermati ilmu akan menguatkan (pengetahuan tentang) berbagai peristiwa akhirat, Hal ini akan tampak jelas bila seseorang keluar berjalan-jalan di pasar dan melihat berbagai perhiasan dunia, kemudian dia masuk ke pekuburan, maka dia bertafakur dan hatinya menjadi tersentuh; karena dia merasakan ada perbedaan yang begitu jelas antara dua kondisi ini. Penyebab hal

Nilai Waktu

Seorang manusia seyogyanya tahu nilai mulianya zaman dan berharganya waktu, sehingga dia tidak menyia-nyiakan waktunya walau sekejap selain untuk ketaatan, dan mendahulukan ucapan dan amalan yang paling utama baru kemudian yang lebih utama. Hendaknya niatnya dalam melakukan kebaikan selalu dihadirkan, tanpa dihinggapi kelesuan dalam berbagai amalan yang mampu untuk dikerjakan oleh badan.  Dahulu sekelompok kaum Salaf bergegas-gegas untuk memanfaatkan setiap penggal waktu. Dinukilkan dari Amir bin Abd Qais bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepadanya, "Ajaklah aku bercengkrama!" Dia pun menjawab, "(Kalau begitu) tahanlah (peredaran) matahari!" Ibnu Tsabit al-Bunani berkata, "Aku pergi untuk mengajak bicara ayahku, maka ayahku berkata, 'Wahai anakku! Biarkanlah aku, karena aku ini sedang membaca wirid (harian)ku yang keenam'." Sekelompok orang masuk menemui sebagian kaum Salaf pada saat